www.nalarberita.id – BOGOR,- Proses penggalian pondasi pembangunan tebing penahan tanah (TPT) di RT 008, RW 005 Kelurahan Pabuaran, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, dibuat tanpa memperhatikan aspek keselamatan kerja. Hal ini tentu menjadi perhatian penting bagi semua pihak yang terlibat.
Di lokasi proyek yang dikelola suatu penyedia jasa, tampak bahwa pengerjaan tersebut menghabiskan biaya sebesar Rp 527.000.000,- dan pendanaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bogor tahun anggaran 2021. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa faktor keselamatan malah diabaikan.
Kepentingan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Dalam kegiatan penggalian pondasi, risiko yang dihadapi pekerja sangatlah tinggi, terutama di area yang rawan longsor. Sayangnya, hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang memadai, seperti helm safety, sepatu boots, rompi, serta sarung tangan—semua perlengkapan yang seharusnya disiapkan oleh kontraktor. Hal ini tidak hanya melanggar standar keselamatan, tetapi juga meningkatkan potensi kecelakaan kerja yang dapat berakibat fatal.
Dalam konteks ini, penerapan manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangatlah penting. Faktanya, penggunaan APD merupakan salah satu kewajiban yang dijelaskan dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970 mengenai keselamatan kerja. Terdapat lima kewajiban yang harus dipatuhi oleh tenaga kerja, antara lain adalah memberikan informasi yang akurat jika diminta oleh pengawas keselamatan dan memakai APD yang diwajibkan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran akan keselamatan di tempat kerja.
Sanksi Bagi Pelanggaran K3 dalam Proyek Konstruksi
Menurut Peraturan Pemerintah RI No 50 Tahun 2012, penerapan sistem manajemen K3 baik bagi pekerja maupun pengelola proyek sangat ditekankan. Pelanggaran terhadap aturan K3 dapat mengakibatkan sanksi administratif bagi perusahaan. Dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pasal 87 menegaskan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Sanksi yang diatur pun cukup beragam, mulai dari teguran hingga pencabutan izin.
Dengan adanya sanksi yang jelas, diharapkan perusahaan lebih memperhatikan aspek keselamatan kerja bagi para pekerja mereka. Penegakan aturan dan kewajiban ini merupakan langkah penting agar tidak ada lagi kecelakaan yang terjadi di lapangan akibat pengabaian standar K3. Pada akhirnya, keselamatan dan kesehatan pekerja harus menjadi prioritas utama dalam setiap proyek konstruksi, tanpa terkecuali.
Proyek pembangunan tidak hanya berfokus pada penyelesaian tepat waktu atau anggaran, tetapi juga harus mempertimbangkan keselamatan setiap individu yang terlibat. Kesadaran akan pentingnya K3 harus terus ditanamkan, baik kepada pekerja maupun pihak pengelola proyek. Proses edukasi dan sosialisasi mengenai K3 perlu dilakukan secara terus-menerus untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman.
www.nalarberita.id – BOGOR,- Proses penggalian pondasi pembangunan tebing penahan tanah (TPT) di RT 008, RW 005 Kelurahan Pabuaran, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, dibuat tanpa memperhatikan aspek keselamatan kerja. Hal ini tentu menjadi perhatian penting bagi semua pihak yang terlibat.
Di lokasi proyek yang dikelola suatu penyedia jasa, tampak bahwa pengerjaan tersebut menghabiskan biaya sebesar Rp 527.000.000,- dan pendanaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bogor tahun anggaran 2021. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa faktor keselamatan malah diabaikan.
Kepentingan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Dalam kegiatan penggalian pondasi, risiko yang dihadapi pekerja sangatlah tinggi, terutama di area yang rawan longsor. Sayangnya, hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang memadai, seperti helm safety, sepatu boots, rompi, serta sarung tangan—semua perlengkapan yang seharusnya disiapkan oleh kontraktor. Hal ini tidak hanya melanggar standar keselamatan, tetapi juga meningkatkan potensi kecelakaan kerja yang dapat berakibat fatal.
Dalam konteks ini, penerapan manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangatlah penting. Faktanya, penggunaan APD merupakan salah satu kewajiban yang dijelaskan dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970 mengenai keselamatan kerja. Terdapat lima kewajiban yang harus dipatuhi oleh tenaga kerja, antara lain adalah memberikan informasi yang akurat jika diminta oleh pengawas keselamatan dan memakai APD yang diwajibkan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran akan keselamatan di tempat kerja.
Sanksi Bagi Pelanggaran K3 dalam Proyek Konstruksi
Menurut Peraturan Pemerintah RI No 50 Tahun 2012, penerapan sistem manajemen K3 baik bagi pekerja maupun pengelola proyek sangat ditekankan. Pelanggaran terhadap aturan K3 dapat mengakibatkan sanksi administratif bagi perusahaan. Dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pasal 87 menegaskan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Sanksi yang diatur pun cukup beragam, mulai dari teguran hingga pencabutan izin.
Dengan adanya sanksi yang jelas, diharapkan perusahaan lebih memperhatikan aspek keselamatan kerja bagi para pekerja mereka. Penegakan aturan dan kewajiban ini merupakan langkah penting agar tidak ada lagi kecelakaan yang terjadi di lapangan akibat pengabaian standar K3. Pada akhirnya, keselamatan dan kesehatan pekerja harus menjadi prioritas utama dalam setiap proyek konstruksi, tanpa terkecuali.
Proyek pembangunan tidak hanya berfokus pada penyelesaian tepat waktu atau anggaran, tetapi juga harus mempertimbangkan keselamatan setiap individu yang terlibat. Kesadaran akan pentingnya K3 harus terus ditanamkan, baik kepada pekerja maupun pihak pengelola proyek. Proses edukasi dan sosialisasi mengenai K3 perlu dilakukan secara terus-menerus untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman.