www.nalarberita.id – BOGOR,- Proyek rehabilitasi pembangunan SD Negeri Jampang 01 yang terletak di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, mengalami keterlambatan yang signifikan. Hal ini menjadi sorotan karena kelima ruang kelas yang direncanakan, ternyata tiga di antaranya masih dalam tahap pengerjaan yang belum rampung, dan proyek ini tampaknya ditinggalkan oleh pihak penyedia jasa tanpa penjelasan yang memadai.
Isu ini semakin penting untuk dicermati, mengingat pendidikan adalah salah satu pilar utama dalam pembangunan daerah. Bagaimana mungkin sekolah dapat berfungsi dengan baik jika infrastruktur dasarnya saja tidak tersedia? Pertanyaannya, siapakah yang bertanggung jawab dalam situasi ini?
Keterlambatan Pembangunan dan Dampaknya
Menurut Sucipto, Kepala Sekolah SD Negeri Jampang 01, keberlangsungan proyek ini terganjal oleh praktik gonta-ganti pekerja yang dilakukan pihak kontraktor. Ia mengamati bahwa pergantian pekerja ini terjadi setiap dua minggu sekali, yang berdampak pada kelancaran dan kualitas pekerjaan yang sedang berjalan. “Saya perhatikan sering gonta-ganti tukang, paling lama dua Minggu ganti lagi tukangnya dan begitu selanjutnya, sehingga proyek ini terlantar,” ungkap Sucipto ketika ditemui awak media.
Praktik ini menimbulkan kekhawatiran, karena setiap pekerja yang baru harus mempelajari kembali kondisi site dan proses pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini berimplikasi pada progres proyek yang semakin lambat dan bahkan bisa menyebabkan kesalahan dalam pelaksanaan. Kejadian serupa tidak hanya merugikan siswa, tapi juga menciptakan ketidakpuasan di kalangan orang tua dan masyarakat sekitar.
Sekolah dalam Situasi Sulit dan Upaya Penyelesaian
Akibat dari keterlambatan pembangunan ini, ratusan siswa terpaksa harus belajar di luar ruangan, hanya beralaskan lantai keramik yang dingin. Dari lima ruang yang ada, hanya dua yang dapat digunakan: satu untuk guru dan satu untuk kelas V dan VI. Sementara itu, kelas I hingga IV terpaksa belajar secara bergantian di ruang yang tidak memadai. “Ya, ada lima ruangan namun yang bisa digunakan hanya dua ruangan, satu untuk ruang guru dan satu ruangan lagi untuk kelas V dan VI,” jelas Sucipto.
Ketidakcukupan ruang belajar ini tentunya mengganggu proses belajar mengajar. Pihak sekolah telah melakukan berbagai usaha dengan mengajukan permohonan kepada Dinas Pendidikan setempat untuk segera menuntaskan proyek pembangunan. Sucipto menyatakan bahwa, “Kami berharap pihak terkait dapat segera menyelesaikan pembangunan kelas ini, agar siswa bisa belajar dengan nyaman.”
Pembangunan ini sendiri awalnya disetujui karena kondisi atap dan dinding yang sudah tidak layak pakai. Pihak sekolah telah melalui proses tender untuk perbaikan. Namun, kendala yang muncul menjadi penantian yang panjang dan proses yang tidak memuaskan. “Dan akhirnya proyek ini berjalan, namun hingga kini belum rampung,” tukasnya, menyiratkan rasa frustasinya.
(Hingga berita ini ditayangkan, awak media masih akan melakukan verifikasi lebih lanjut)
(***)