LAMPUNG BARAT-, Dugaan terkait ketimpangan dalam penyaluran dana hibah di Kabupaten Lampung Barat menjadi sorotan tajam dari berbagai kalangan. Masalah ini tidak hanya mengundang perhatian masyarakat, tetapi juga menimbulkan banyak pertanyaan mengenai transparansi dan keadilan dalam penggunaan anggaran daerah.
Dalam suatu wawancara, salah satu tokoh masyarakat, Bambang Sumantri, yang juga menjabat sebagai Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Lampung Barat, memberikan pandangannya. Ia mempertanyakan acuan yang digunakan oleh Pemerintah Daerah dalam penyaluran dana hibah yang seharusnya transparan dan berkeadilan.
Ketidakpuasan Masyarakat Terhadap Penyaluran Dana Hibah
Permasalahan ini tidak bisa dianggap sepele. Sumantri menegaskan bahwa, menurut pemahaman masyarakat, persyaratan untuk menjadi penerima dana hibah adalah memiliki badan hukum yang terdaftar resmi. Hal ini mengacu pada regulasi yang mengharuskan penerima hibah memiliki legalitas yang jelas. Namun, dalam praktiknya, terdapat kelompok kerja di bawah Dinas Pendidikan yang tidak memenuhi syarat tersebut.
Apa yang menjadi sorotan di sini adalah kelompok kerja seperti MKKS, K3S SD, dan K3S Paud yang menerima dana hibah dalam jumlah signifikan, padahal secara nasional mereka tidak memiliki badan hukum. Sumantri menekankan, “Kami mempertanyakan bagaimana mereka bisa mendapatkan dana tersebut setiap tahun, sementara kami yang memiliki badan hukum tidak kebagian.” Data ini menunjukkan adanya ketidakadilan yang harus diinvestigasi lebih lanjut.
Rekomendasi dan Langkah Selanjutnya
Sumantri menyarankan agar anggota PPWI, PWRI, dan Bara JP melakukan investigasi mendalam mengenai penggunaan dana hibah ini. Ini adalah langkah penting untuk memastikan bahwa anggaran yang tersedia digunakan untuk kepentingan masyarakat secara merata. Rekomendasi ini tidak hanya berkaitan dengan transparansi, tetapi juga mempromosikan integritas dalam proses penyaluran dana.
Kita lihat, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, angka penerimaan hibah cukup signifikan. Pada tahun 2019, MKKS SMP, K3S SD, dan K3S Paud menerima Rp. 25.000.000,-, sedangkan kelompok kerja pengawas mendapatkan Rp. 50.000.000,-. Lalu, pada tahun 2020, jumlah penerimaan tetap sama. Ini menunjukkan adanya konsistensi dalam penyaluran, yang perlu dikaji lebih jauh dalam konteks keabsahannya.
Dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan mengumpulkan data yang relevan, diharapkan investigasi lebih lanjut dapat membawa kejelasan atas penggunaan dana hibah ini. Tanpa adanya transparansi, kepercayaan publik akan terus dipertaruhkan. Mari kita tunggu langkah-langkah yang akan diambil oleh berbagai pihak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.