TANGERANG,- Kisah sedih dialami seorang remaja bernama M. Zacky Wibi Piandi (17). Pelajar SMAN 31 Tangerang kelas XI ini menghadapi kesulitan saat berusaha pindah dari SMAN 31 Kabupaten Tangerang ke SMAN 4 Kabupaten Tangerang di Kecamatan Cikupa. Hal ini menjadi perdebatan panjang bagi keluarganya, khususnya orang tuanya.
Orang tua Zacky, Sopiyan Hadi, telah berjuang selama beberapa bulan untuk mewujudkan harapan anaknya tersebut. Alasan kepindahan ini pun sangat jelas; Zacky ingin mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Terlebih lagi, jarak dari rumah ke sekolah baru sangat dekat, hanya membutuhkan waktu 10 menit perjalanan.
Pentingnya Pendidikan yang Mendukung Bakat
Zacky dikenal aktif di sekolahnya. Berbagai prestasi sudah diraih, mulai dari kegiatan Pramuka hingga lomba ketangkasan. Keduanya menunjukkan betapa besar kemauan dan dedikasi Zacky dalam mengejar impian. “Anak saya Zacky aktif di sekolah dan telah memperoleh banyak piagam penghargaan atas prestasinya,” ungkap Sopiyan yang juga menjabat sebagai Ketua Jurnalis Nasional Indonesia (JNI) Tangerang Raya.
Sopiyan sempat menanyakan langsung kepada Zacky tentang keinginannya untuk pindah. “Jawab anak saya, agar bisa lebih maksimal lagi mengembangkan bakat,” jelasnya. Ini menunjukkan betapa pentingnya bagi seorang pelajar untuk berada di lingkungan yang mendukung pemenuhannya akan pendidikan. Ia khawatir bila Zacky terus berada di tempat yang tidak membuatnya nyaman, potensi sang anak tidak akan berkembang dengan baik.
Ketidakpastian dalam Kepindahan
Meskipun mendukung penuh keinginan anaknya, Sopiyan merasa sangat frustrasi dengan proses kepindahan yang tidak kunjung mendapatkan kejelasan. Ia sudah berkomunikasi dengan beberapa pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang dan dijanjikan bahwa kepindahan Zacky dapat diselesaikan pada bulan Januari, saat pelajaran semester dua dimulai. Namun, kenyataannya tidak semudah itu.
Pada hari Senin, Sopiyan kembali mendatangi pihak SMAN 4 Kabupaten Tangerang untuk menanyakan kepastian kepindahan anaknya. Sayangnya, ia hanya menerima jawaban samar dan disuruh menghubungi pejabat Dinas Pendidikan lagi. “Saya merasa terombang-ambing dengan ketidakpastian ini, dan ada kesan saling lempar tentang siapa yang sebenarnya berwenang dalam keputusan kepindahan siswa,” ungkapnya. Hal ini membuatnya semakin khawatir mengenai dampak yang mungkin timbul bagi pendidikan Zacky.
Sopiyan berharap agar semua pihak terkait bisa segera menyelesaikan masalah ini agar tidak ada siswa yang dirugikan dalam proses pendidikan. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak harus diakui sebagai bagian penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan mereka. Dukungan dari orang tua, masyarakat, dan lembaga pendidikan sangatlah penting untuk memastikan setiap siswa mendapatkan kesempatan yang pantas untuk berkembang.
Dengan adanya pengalaman yang menimpa Zacky, diharapkan pihak berwenang dan institusi pendidikan lebih peka terhadap permasalahan yang mungkin dihadapi siswa dan orang tuanya. Pendidikan bukan hanya sekadar tempat untuk belajar, tetapi juga harus menjadi tempat di mana setiap individu dapat berkembang dan menemukan jati dirinya. Semoga kedepannya, ada solusi yang memadai agar kisah Zacky yang penuh harapan ini tak terulang kembali pada siswa lainnya.