BOGOR,- Fenomena penggunaan batu bulat dalam konstruksi tebing penahan tanah (TPT) di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, menarik perhatian serius. Praktik ini, meskipun terlihat sepele, memiliki implikasi teknis yang cukup signifikan dalam keseluruhan proyek konstruksi.
Di lapangan, tim observasi mendapati bahwa pada segmen awal pembangunan TPT, penggunaan batu bulat pada badan pasangan batu belah mengundang tanda tanya. Selain itu, mortar yang seharusnya digunakan sebagai pengikat pasangan batu menunjukkan kualitas yang kurang maksimal. Hal ini jelas melanggar berbagai pedoman teknis yang telah ditetapkan.
Pentingnya Memastikan Kualitas Material Konstruksi
Penggunaan batu bulat dalam pekerjaan konstruksi sebenarnya merupakan opsi yang tidak disarankan. Batu bulat tidak hanya mengganggu kestabilan struktur tetapi juga akan mengurangi kemampuan mortar sebagai pengikat. Sebagai informasi, mortar adalah campuran semen, pasir, dan air yang berfungsi untuk mengikat batu agar lebih kokoh. Dalam kondisi di mana mortar tidak berfungsi optimal, efek negatifnya akan terasa seiring waktu, seperti retakan dan bahkan keruntuhan.
Menurut beberapa ahli teknik sipil, kualitas material dan metode konstruksi yang tepat akan berdampak langsung pada ketahanan bangunan. Misalnya, studi lapangan menunjukkan bahwa penggunaan material yang tidak sesuai standar dapat menyebabkan gagal fungsi struktur dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, proses pengawasan yang lemah, seperti yang terlihat pada proyek ini, merusak integritas hasil akhir. Hal ini juga menjadi sorotan karena adanya kecenderungan untuk mengabaikan prinsip-prinsip dasar konstruksi demi efisiensi biaya.
Strategi untuk Meningkatkan Kualitas Konstruksi di Masa Depan
Untuk mencegah terulangnya masalah serupa, ada beberapa pendekatan yang bisa diambil. Pertama, pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi para pekerja konstruksi dan pengawas proyek agar memahami standar dan cara kerja yang benar. Kedua, ada baiknya pemerintah daerah menjalin kerjasama yang lebih erat dengan pihak ketiga, seperti konsultan independen, untuk mendapatkan pandangan yang objektif selama proses pembangunan.
Tak kalah penting yaitu perlunya transparansi dalam pengunaan anggaran proyek. Dengan mengaudit penggunaan dana secara rutin, akan lebih mudah untuk memastikan bahwa konstruksi dilakukan sesuai rencana. Melihat biaya yang dikeluarkan, yaitu Rp 412.200.000,- dapat dimanfaatkan sepenuhnya demi hasil yang optimal, bukan hanya sekadar memenuhi target waktu penyelesaian. Penutup yang baik dari proyek ini dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat mengenai keberlanjutan dan kualitas bangunan yang akan mereka gunakan.
Melalui langkah-langkah ini, diharapkan standar kualitas konstruksi di masa depan dapat terus membaik, demi kepentingan masyarakat luas.