Medan menjadi saksi perjalanan bersejarah dalam pengembangan pendidikan digital di Indonesia. Sejak tahun 2008, Hj. Fatimah Habibi, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Sumatera Utara, bersama suaminya, mantan Gubernur Sumatera Utara, Dato Sri H. Syamsul Arifin, berkomitmen untuk mendorong kemajuan pendidikan di wilayah ini. Mereka memberangkatkan Duta Pendidikan Sumatera Utara untuk mengikuti perlombaan tingkat nasional di Bandung dari 14 hingga 16 Desember.
Tindakan ini tidak hanya sekadar acara seremonial, tetapi juga menjadi tonggak penting dalam mendukung pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di kalangan generasi muda. Bagaimana sebetulnya dukungan ini dapat mengubah wajah pendidikan di Sumatera Utara?
Dukungan untuk Duta Pendidikan dan Cita-cita Mereka
Dari kediaman Hj. Fatimah Habibi di Jalan Suka Dharma, Medan, keempat Duta Pendidikan Sumatera Utara: Julpan Siregar, Gareni Bulolo, Marienta Simamora, dan Nurlina Maharani, menerima dukungan moral yang kuat. Mereka mewakili berbagai program studi dari universitas terkemuka, dan tujuan mereka bukan hanya untuk berkompetisi, tetapi juga untuk memperkenalkan ide-ide inovatif dalam dunia pendidikan.
Fatimah Habibi menegaskan pentingnya kegiatan ini dalam membangun SDM yang berkualitas. “Tidak ada lawan hebat, semuanya memiliki potensi untuk menang,” ujarnya dengan semangat. Dalam konteks ini, Duta Pendidikan Sumut diharapkan dapat menampilkan keunggulan mereka tidak hanya dalam kompetisi, tetapi juga dalam mengemban misi sosial yang lebih luas.
Peran Pendidikan dalam Mengatasi Isu Sosial
Tidak jauh dari latar belakang perlombaan, Duta Pendidikan memiliki tanggung jawab untuk membawa advokasi pendidikan ke komunitas yang membutuhkan. Misalnya, mereka terlibat dalam memberikan advokasi pendidikan di Desa Lau Simomo, Kecamatan Berastagi, yang merupakan daerah dengan 68 Kepala Keluarga yang dilanda masalah kesehatan kronis. Perlunya perhatian terhadap pendidikan di daerah ini menjadi salah satu fokus utama mereka.
Selain itu, pengabdian mereka juga menjangkau Dusun Kurandak, Kecamatan Labuhan Deli, di mana akses hanya bisa dilakukan melalui perahu selama tiga jam. Ini menunjukkan betapa besar tantangan yang dihadapi dalam mendistribusikan pendidikan ke wilayah terpencil.
Syamsul Arifin memberikan apresiasi atas topik-topik yang diusung peserta dalam kompetisi ini, seperti literasi pendidikan digital, pendidikan untuk perempuan, serta pendidikan bagi anak-anak di pinggir sungai. Menurutnya, literasi pendidikan digital yang diperkenalkan di Dinas Perpustakaan dan Arsip Sumut sejak tahun 2008 adalah langkah awal yang tepat untuk membangun kesadaran akan pentingnya teknologi dalam belajar.
Pesan yang menyentuh dari Fatimah Habibi kepada Duta Pendidikan adalah untuk memiliki kepercayaan diri, disiplin, dan fokus terhadap kemampuan masing-masing. “Siapkan diri untuk kalah dan belajar dari setiap pengalaman,” imbuhnya, memberi motivasi agar peserta dapat meraih prestasi dengan rendah hati dan penuh persiapan.
Dari pengalaman yang dibagikan, Marienta Simamora menyampaikan rasa bangga dan terinspirasi oleh dukungan para tokoh yang ada. “Kami mendapat banyak wejangan berharga, sama seperti hubungan seorang ayah dan anak,” ungkapnya. Pelajaran tentang pentingnya punya tujuan dalam setiap tindakan sangat mengena, memotivasi mereka untuk terus berjuang.
Julpan Siregar menambahkan bahwa pertemuan dengan tokoh-tokoh tersebut memberi mereka wawasan mendalam tentang sejarah literasi digital di Sumatera Utara. Pemahaman seperti ini sangat penting agar mereka dapat menghubungkan pengetahuan dengan praktik nyata di lapangan.
Nurlina Maharani, yang terlibat dalam advokasi untuk perempuan di Desa Lau Serini, berbagi pengalaman mengajar kesenian dan bahasa Inggris. “Pesertanya sebagian besar adalah perempuan,” imbuhnya, menyoroti pentingnya pendidikan bagi perempuan dalam meningkatkan kualitas hidup di daerah tersebut.
Dahreni Bulolo dengan tema pendidikan anak-anak rakyat turut berkontribusi dlama kegiatan pengabdian yang mengedukasi masyarakat tentang kesehatan. Salah satu inovasi yang diperkenalkan adalah memanfaatkan kulit jeruk sebagai antiseptik. Inisiatif ini tidak hanya mendidik tetapi juga memberdayakan komunitas melalui solusi yang sederhana namun efektif.
Dengan pelibatan dan dukungan dari berbagai kalangan, pendidikan di Sumatera Utara semakin menunjukkan prospek yang cerah. Upaya-upaya Duta Pendidikan ini diharapkan bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam meningkatkan kesadaran pendidikan, terutama di komunitas yang kurang terlayani. Melalui kolaborasi antara masyarakat dan pemimpin daerah, masa depan pendidikan di Sumatera Utara dapat ditentukan untuk lebih baik lagi.
Dengan demikian, ini bukan hanya tentang perlombaan tetapi juga tentang potensi yang menjelma menjadi perubahan nyata dalam masyarakat. Upaya mereka adalah gambaran harapan baru bagi pendidikan yang lebih inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.